Sejarah Negara Afganistan

Afganistan adalah sebuah negara yang terletak di Asia Selatan dan Tengah, yang memiliki sejarah panjang dan kompleks. Afganistan telah menjadi tempat persinggungan berbagai peradaban, agama, dan kekuatan politik sejak zaman kuno. Afganistan juga merupakan salah satu negara yang paling terpengaruh oleh konflik dan intervensi asing dalam abad ke-20 dan ke-21.

Afganistan pada Zaman Kuno
Afganistan pertama kali disebutkan dalam sumber-sumber sejarah sebagai wilayah yang dikuasai oleh bangsa Aria, yang merupakan cabang dari bangsa Indo-Eropa. Bangsa Aria ini kemudian bercampur dengan penduduk asli Afganistan, yang disebut Dasa atau Dasyu, dan membentuk berbagai kerajaan dan suku. Salah satu kerajaan yang terkenal adalah Gandhara, yang berpusat di sekitar kota Peshawar di Pakistan modern. Gandhara dikenal sebagai pusat budaya dan seni Buddha, yang dipengaruhi oleh budaya Yunani dan India.

Afganistan juga menjadi bagian dari beberapa kekaisaran besar, seperti Kekaisaran Persia Akhemeniyah, Kekaisaran Aleksander Agung, Kekaisaran Kushan, Kekaisaran Sasaniyah, dan Kekaisaran Gupta. Afganistan menjadi tempat pertemuan dan pertukaran budaya antara Timur dan Barat. Beberapa tokoh terkenal yang berasal dari atau berkunjung ke Afganistan pada zaman kuno adalah Zarathustra, Buddha Gautama, Asoka, Kaniska, dan Fahien.

Afganistan pada Zaman Islam
Afganistan mulai masuk ke dalam dunia Islam pada abad ke-7 Masehi, ketika pasukan Arab menaklukkan wilayah-wilayah di sebelah barat Afganistan. Namun, Islamisasi Afganistan berlangsung secara bertahap dan tidak selalu damai. Beberapa suku dan kerajaan di Afganistan tetap mempertahankan agama dan budaya mereka, seperti Hinduisme, Buddhisme, Zoroastrianisme, dan Animisme. Salah satu tokoh yang berperan penting dalam menyebarkan Islam di Afganistan adalah Mahmud dari Ghazni, yang mendirikan Kekaisaran Ghaznawiyah pada abad ke-10 Masehi. Mahmud terkenal karena sering menyerang India dan membawa banyak harta benda dan budaya ke Afganistan.

Pada abad ke-13 Masehi, Afganistan mengalami invasi Mongol yang dipimpin oleh Genghis Khan dan keturunannya. Invasi ini menyebabkan banyak kerusakan dan pembantaian di Afganistan. Beberapa kota seperti Herat, Balkh, Ghazni, dan Kabul hancur akibat serangan Mongol. Namun, beberapa penguasa Mongol kemudian menganut Islam dan membentuk dinasti-dinasti baru di Afganistan, seperti Dinasti Ilkhanat dan Dinasti Timuriyah. Salah satu penguasa Timuriyah yang terkenal adalah Timur Lenk atau Tamerlane, yang menjadikan Samarkand sebagai ibu kotanya.

Pada abad ke-16 Masehi, Afganistan menjadi bagian dari Kekaisaran Mughal yang didirikan oleh Babur, seorang keturunan Timur Lenk. Kekaisaran Mughal mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Akbar, yang dikenal sebagai penguasa toleran dan cendekiawan. Akbar juga membangun ibu kota baru di Fatehpur Sikri di India. Namun, pada abad ke-18 Masehi,

invasi asing, terutama dari Persia dan Inggris. Afganistan menjadi medan pertempuran antara kekuatan-kekuatan ini, yang berusaha memperluas pengaruh dan kepentingan mereka di Asia Selatan dan Tengah.

Afganistan pada Zaman Modern
Afganistan merdeka dari Inggris pada tahun 1919, setelah Perang Kemerdekaan Ketiga. Afganistan kemudian berusaha memodernisasi negaranya dengan melakukan reformasi politik, sosial, dan ekonomi. Salah satu penguasa yang berusaha melakukan reformasi ini adalah Amanullah Khan, yang menghapuskan perbudakan, memberikan hak-hak perempuan, dan membangun hubungan dengan negara-negara Eropa. Namun, reformasi ini menimbulkan perlawanan dari kelompok-kelompok konservatif dan agama, yang menganggapnya sebagai ancaman terhadap tradisi dan nilai-nilai Islam.

Pada tahun 1973, Afganistan mengalami kudeta militer yang dipimpin oleh Mohammad Daud Khan, yang menggulingkan Raja Zahir Shah dan mendirikan Republik Afganistan. Daud Khan berusaha menjalin hubungan baik dengan Uni Soviet dan negara-negara komunis lainnya. Namun, pada tahun 1978, ia sendiri digulingkan oleh Partai Demokrat Rakyat Afganistan (PDRA), sebuah partai komunis yang didukung oleh Uni Soviet. PDRA kemudian mengimplementasikan kebijakan-kebijakan radikal yang bertentangan dengan kepercayaan dan adat istiadat masyarakat Afganistan, seperti reforma agraria, sekularisasi, dan emansipasi perempuan.

Kebijakan-kebijakan PDRA ini memicu pemberontakan bersenjata dari kelompok-kelompok mujahidin, yang merupakan pejuang Islam yang menentang pemerintahan komunis. Mujahidin ini mendapat bantuan dari negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, Pakistan, Arab Saudi, dan China. Untuk membantu PDRA menghadapi mujahidin, Uni Soviet mengirimkan pasukan militernya ke Afganistan pada tahun 1979. Hal ini memulai Perang Soviet-Afganistan, yang berlangsung selama sepuluh tahun dan menelan korban jiwa lebih dari satu juta orang.

Perang Soviet-Afganistan berakhir pada tahun 1989 dengan penarikan pasukan Soviet dari Afganistan. Namun, hal ini tidak menyelesaikan konflik di Afganistan. PDRA tetap berkuasa hingga tahun 1992, ketika ia digulingkan oleh mujahidin. Mujahidin kemudian membentuk Pemerintahan Transisi Islam Afganistan (PTIA), yang terdiri dari berbagai faksi dan pemimpin. Namun, PTIA tidak mampu menjaga stabilitas dan persatuan di Afganistan. Beberapa faksi mujahidin saling bertikai untuk merebut kekuasaan dan wilayah.

Pada tahun 1994, muncul sebuah kelompok baru yang disebut Taliban, yang merupakan gerakan Islam fundamentalis yang didirikan oleh mantan pejuang mujahidin. Taliban berusaha mengembalikan ketertiban dan syariah di Afganistan dengan cara-cara keras dan brutal. Taliban berhasil menguasai sebagian besar wilayah Afganistan pada tahun 1996 dan mendirikan Emirat Islam Afganistan (EIA). Taliban juga memberikan perlindungan kepada Osama bin Laden dan jaringannya Al-Qaeda, yang bertanggung jawab atas serangan teroris 11 September 2001 di Amerika Serikat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *